Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, ada pemikiran terbalik untuk melakukan moratorium atau menghentikan sementara pelaksanaan ujian nasional pada 2017.
Moratorium digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy untuk memenuhi putusan Mahkamah Agung pada 2009.
“Justru ujian itu lah yang membikin standar. Dulu, sejarahnya ujian nasional itu orang lulus dengan angka 3,5, jangan lupa. Kita setiap tahun naik setengah, setengah, supaya mencapai standar nasional,” kata Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (28/11/2016).
Melalui ujian nasional, kata dia, pemerintah pusat dapat membantu daerah untuk memperbaiki fasilitas yang mereka miliki.
Dengan demikian, apabila ada daerah yang banyak muridnya tidak lulus, pemerintah akan memberikan bantuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Dengan demikian, tingkat pendidikan di daerah dapat mengejar pendidikan di Jakarta.
“Itu cita-cita nasional. Kalau sekarang masih angka 5,5, ujian juga masih mudah,” ujarnya.Penyelenggaraan ujian nasional direncanakan untuk dihentikan sementara pada 2017. Namun, penerapan rencana itu masih menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo.
Dalam putusan itu, pemerintah diperintahkan meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi di seluruh Indonesia. Kualitas guru serta sarana dan prasarana yang memadai diperlukan bagi pelaksanaan UN (Kompas, 2/12/2012).
Menurut Muhadjir, UN kini tak lagi menentukan kelulusan, tetapi lebih berfungsi untuk memetakan kondisi pendidikan. Hasilnya, baru 30 persen sekolah memenuhi standar nasional.
"Evaluasi nasional nanti diserahkan kepada pemerintah daerah. Kita mau mengembalikan evaluasi sebagai hak dan wewenang guru, baik secara pribadi maupun kolektif. Negara cukup mengawasinya," ucap Muhadji
Moratorium digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy untuk memenuhi putusan Mahkamah Agung pada 2009.
“Justru ujian itu lah yang membikin standar. Dulu, sejarahnya ujian nasional itu orang lulus dengan angka 3,5, jangan lupa. Kita setiap tahun naik setengah, setengah, supaya mencapai standar nasional,” kata Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (28/11/2016).
Melalui ujian nasional, kata dia, pemerintah pusat dapat membantu daerah untuk memperbaiki fasilitas yang mereka miliki.
Dengan demikian, apabila ada daerah yang banyak muridnya tidak lulus, pemerintah akan memberikan bantuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
“Kalau tidak ada standarnya, bagaimana memperbaikinya? Kan gitu terbalik cara berpikirnya,” kata dia.Ia menambahkan, sejak awal, pencanangan pelaksanaan ujian nasional untuk menyamakan kualitas pendidikan daerah dengan Jakarta.
“Ada pikiran ya nanti semua baik, baru semua kita ujian. Lho, bagaimana mau baik kalau tidak ada standarnya?” lanjut dia.
Dengan demikian, tingkat pendidikan di daerah dapat mengejar pendidikan di Jakarta.
“Itu cita-cita nasional. Kalau sekarang masih angka 5,5, ujian juga masih mudah,” ujarnya.Penyelenggaraan ujian nasional direncanakan untuk dihentikan sementara pada 2017. Namun, penerapan rencana itu masih menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo.
"Saya mengajukannya ke Presiden karena nanti perlu ada inpres," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Kamis (24/11), di Jakarta.Menurut dia, moratorium UN dilakukan untuk memenuhi putusan Mahkamah Agung pada 2009. Putusan ini memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2007.
Dalam putusan itu, pemerintah diperintahkan meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi di seluruh Indonesia. Kualitas guru serta sarana dan prasarana yang memadai diperlukan bagi pelaksanaan UN (Kompas, 2/12/2012).
Menurut Muhadjir, UN kini tak lagi menentukan kelulusan, tetapi lebih berfungsi untuk memetakan kondisi pendidikan. Hasilnya, baru 30 persen sekolah memenuhi standar nasional.
"Evaluasi nasional nanti diserahkan kepada pemerintah daerah. Kita mau mengembalikan evaluasi sebagai hak dan wewenang guru, baik secara pribadi maupun kolektif. Negara cukup mengawasinya," ucap Muhadji